Orang Hindu Berdoa Bagaimana

Orang Hindu Berdoa Bagaimana

Dewa Tertinggi berdasarkan Catur Asrama

seperti yang telah diketahui, catur asrama merupakan tahapan hidup seseorang, dimana seorang manusia baiknya mengawali hidupnya dengan tahap belajar, kemudian dilanjutkan ke tahap berrumah tangga, tahap melepaskan diri dari ikatan keluarga dan terakhir tahap menjadi seorang sepiritual.

adapun dewa-dewa yang dipuja setiap tahap pastilah berbeda, mungkin sama tetapi harusnya berbeda, karena fungsi dewa/dewi yang dipuja pastilah berbeda, contohnya:

Dewa Tertinggi pada tahap brahmacari,

Brahmacari merupakan tahap belajar, dimana tahap belajar ini dilakukan seumur hidup kita, sehingga yang dipuja adalah yang berkaitan dengan pusat-pusat inspirasi dan pengetahun. sehingga, misalnya bagi seseorang yang masih pada tahap belajar, menjadi murid ataupun mahasiswa, dewa tertingginya adalah Dewi Saraswati.

Dewa Tertinggi pada tahap Grahasta,

Grahasta adalah tahapan hidup membangun keluarga, bermasyarakat serta bersosialisasi. tahap grahasta ini merupakan tahap melakukan praktek atas apa yang dipelajari saat brahmacari. sehingga dapat dikatakan bahwa brahmacari merupakan tahap awal grahasta.

pada tahap ini, untuk ukuran dijaman sekarang, tujuan tertinggi dalam tahap grahasta adalah untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang disekeliling kita, disamping menyumbangkan pikiran serta uang (artha) sangatlah penting, karena itu carilah uang sebanyak-banyaknya, bahagiakan dirimu, keluargamu dan bersosialisasilah, baik dalam banjar, desa adat serta dilingkungan-keseharianmu dan jaga semua itu dengan dharma.

pada tahap grahasta inilah awal normalnya awal terbentuknya catur warna. jadi Dewa tertinggi pada saat grahasta pasti akan berbeda-beda, karena disesuaikan dengan profesi yang sedang dilakoni.

mengenai penentuan jenis profesi hidup, silahkan baca: "

begitupula profesi-profesi lainnya, pasti akan berbeda-beda dewa tertinggi setiap orang, karena berhubungan dengan profesi yang dijalani.

Dewa utama pada tahap wanaprasta,

pada tahap ini, diharapkan umat hindu sudah banyak pengalaman, karena sudah melewati masa brahmacari dan grahasta, diharapkan umat sudah bisa lebih bijaksana, menekankan penyebaran ajaran, menjadi pemuka agama ataupun adat, memberi contoh dalam menjalani kehidupan. wanaprasta tidaklah harus kehutan berpuasa serta berlajar menghindari buas-nya kehidupan hutan, tetapi lihatlah hutan tersebut sebagai pergaulan, yang lebih buas dari harimau, puasalah di lingkungan anda, tidak hanya puasa tidak makan seperti dihutan tetapi puasa mengendalikan indria, keinginan dan ego. sehinga dewa yang dipuja berkaitan dengan kebijaksanaan, seperti dewa siwa, ganesha, gayatri dll

Dewa utama pada masa Sanyasin/biksuka

tahap akhir adalah sanyasin, merupakan tahap dimana seseorang benar-benar melepaskan ikatan duniawi dan mulai mendalami spiritual keagamaan, dimana dibali lebih dikenal sebagai kelompok sulinggih.

mungkin akan ada pertanyaan, berarti apakah setiap umat hindu wajib menjadi sulinggih? jawabannya IYA, tapi mampukah anda..?

dilihat dari tugasnya, sanyasin hanya bertapa, meditasi, melakukan pendekatan diri kepada tuhan? apa-bedanya dengan para sulinggih, yang rutinitasnya nyurya-sewana tiap pagi, siang, sore serta acara-acara muput yadnya lainnya. seorang sanyasin hanya menggantungkan hidupnya dari sedekah, karena itu sebagai umat yang memahami dharma wajib menghaturkan punia kepada para sanyasin sebagai salahsatu wujud dari rsi yadnya. secara samar dihaturkan punia oleh orang-orang yang meminta beliau untuk muput yadnya. tapi memang realitanya, banyak pendeta/sulinggih yang sengaja meminta-minta derma, dengan alasan  muput yadnya tetapi punianya ditarifkan.

melihat tugas pokok dari sanyasin, maka dapat dipaparkan bahwa dewa utama yang dipuja adalah dewa siwa, yang selalu meditasi untuk keselamatan dunia atau dewa surya yang selalu memberikan pencerahan.

Dewa Tertinggi dilihat dari Urutan Panca Sembah

seperti yang telah diketahui, urutan panca sembah ada 5 point, yaitu sembah puyung, sembah kepada dewa surya, sembah kepada dewa yang dipuja, mohon anugrah dari para dewa tersebut dan ditutup dengan sembah puyung kembali.

merupakan sembah pertama kali, dengan tanpa sarana (puyung), mencakupkan tangan di depan kepala. jika dilihat dari mantranya " om atma tatwatma (tatwa atma)...." menunjukkan bahwa yang tertinggi itu adalah ATMA itu sendiri... sesuai dengan pokok-pokok keimanan agama hindu, dimana atma merupakan tuhan itu sendiri yang berada di dalam tubuh ciptaannya (manusia).

Sembah kedua menggunakan sarana bunga

sembah ini ditujukan kepada dewa surya. dan menurut pandangan secara umum, beliau dipuja karena sebagai saksi kehidupan serta karena beliau merupakan murid terbaik dari dewa siwa sehingga beliau diberi gelar hyang siwa raditya (surya murid dewa siwa).

tetapi, coba kita perhatikan kembali dari akar kata DEWA, dimana "div = sinar". bila dilihat dari kasat mata, apakah yang bersinar di sekeliling kita? sudah tentu ada 2 sumber sinar yaitu matahari dan api. mungkin inilah sebabnya, bila memuja dewa atau melakukan persembahyangan dewa surya tidak pernah luput dari pujaan begitupula

indikasi dewa surya sebagai dewa tertinggi dapat dilihat dari sastra dasa aksara, dimana disebutkan bahwa, 10 huruf suci kemujisatan itu adalah "Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya" dan bila dibaca dengan dialek bahasa bali maka akan terbaca "Sa Bete Ai, Nama Siwa ya" yang artinya asalkan bersinar terutama Matahari, bisa disebut sebagai siwa. pemahaman ini dikembangkan oleh sekta siwasidhanta yang dominan menguasai spiritual di bali. jadi Matahari alias Surya dilihat sebagai sesuatu utama.

tidak hanya dibali saja, bahkan dari jaman awal peradaban manusia, dewa surya dinobatkan sebagai dewa tertinggi, merupakan wakil tuhan.

, ia dipuja sebagai wajah Agni di angkasa (Ṛgveda X. 7. 3), matanya Mitra dan Varuṇa, sebagai dewanya mata atau maha melihat, sebagai pengukur hari (Ṛgveda 1. 50.7), sebagai pencipta segalanya (Ṛgveda 1. 170. 4), sebagai planet angkasa (Ṛgveda X. 177. 1), sebagai roda (Ṛgveda 1. 175.4), pemusnah kegelapan, penyembuh orang sakit dan sebagai pandita (Purohita) bagi para dewa (Ṛgveda VIII. 90.12). Kata Svar (Svah) sebagai asal kata Sūrya. Ia juga disebut Divakara (Atharvaveda IV. 10. 5. Ia digambarkan sebagai laki-laki berkulit hitam kemerah-merahan, memiliki tiga mata dan bertangan empat, dua tangannya memegang bunga teratai, dan dua yang lainnya dalam sikap memberi anugrah. Ia duduk di atas bunga padma (teratai merah) dan dari seluruh tubuhnya memancar cahaya. Ia dipuja setiap hari oleh para rohaniwan melalui pembacaan Gāyatrī mantram.

Dalam Viṣṇu Puraṇa dinyatakan mempunyai istri bemama Sangna, saudaranya Visvakarma, melahirkan tiga orang putra. Di dalam Bhavisya Puraṇa, ia disebut sebagai dewa tertinggi, sedang dalam Brahma Puraṇa ia disebut memiliki 12 nama, sesuai dengan nama 12 Āditya (Dvadasaditya). Kusir kreta dewa Sūrya benama Aruṇa, keretanya ditarik dengan 7 ekor kuda (mengingatkan warna cahaya yang dibiaskan) sedang dewi Candrā keretanya ditarik oleh 12 ekor kuda (mengingatkan 12 bulan setahun)

bila dilihat dari urutan tersebut diatas, dapat diperhatikan bahwa, Persembahan dewa surya mendapat posisi nomor 2, jadi memiliki posisi penting bagi warga Bali. disamping itu, stana Dewa surya selalu hadir dalam setiap upacara yadnya. disamping itu seorang sulinggih juga disebut sebagai surya bagi sisya-nya. dan sulinggih rutin melakukan pemujaan surya-sewana.

tergantung Tahapan Hidup dan Warna seseorang

tidak ada DEWA yang dipuja seumur hidup, bahkan menjadikan SATU DEWA sebagai Tuhan

kira-kira dimana kurangnya bali?

kenapa harus mecari-cari pembenaran kesana kemari?

kenapa tidak lebih mendalami hindu, daripada menyembah satu dewa tertinggi saja?

karena itu kesimpulan saya sebagai pemuda hindu bali yang sudah menikah, Dewa Tertinggi Orang Hindu Bali bagi saya pribadi yang layak kita puja saat ini adalah Sang Hyang Sri Dhana, beliaulah dewa bisnis, dewa kekayaan, yang disamakan dengan dewa kuwera, dewi laksmi.

kenapa kita harus memujanya?

karena saat ini, selama kita belum menginjak wanaprasta, belum siap meninggalkan tanggungjawab menjadi kepala keluarga, yang belum siap meninggalkan anak dan istri serta orang tau dan kerabat, yang belum siap bersikap adil dalam artian luas, UANG itu merupakan salah satu indikator utama jagathita dimasa grahasta, tanpa uang anak tidak sekolah, tanpa uang keluarga tidak makan, tanpa uang semua kegiatan terhenti, tanpa uang akan sulit melakukan yadnya dengan ikhlas... grahasta itu identik dengan Artha dan Kama, orang stres karena uang, orang bingung karena uang... Sang Hyang Sridhana lah sumber kebahagiaan...

tapi semua itu, dalam mencari jagathita tetap berpegang dengan dharma.

Upacara pemakaman antara agama satu dengan agama yang lainnya memang berbeda, termasuk agama Hindu. Namun, agama Hindu dikenal sebagai agama yang menyerap budaya lokal dimana penganutnya berada. Bagaimana Upacara Pemakaman Agama Hindu yang dilakukan sehingga membuat tata cara pemakaman Hindu berbeda-beda.

Agar pembahasan tidak ke mana-mana, maka pembahasan kali ini akan difokuskan pada upacara pemakaman agama Hindu di Bali. Hal ini karena Hindu Bali di Indonesia menjadi mayoritas dibandingkan dengan Hindu lainnya di Indonesia.

Jenis-Jenis Upacara Ngaben

Seperti yang sebagian besar orang ketahui bahwa masyarakat Bali akan melakukan upacara yang disebut Ngaben saat ada orang yang meninggal. Upacara ini menjadi simbol bahwa manusia yang sudah mati harus ‘dilepaskan’ dari ikatan duniawi.

Selain itu, upacara ini juga menjadi simbol agar keluarga yang ditinggalkan dapat menerima dan ikhlas akan kepergian mendiang. Dengan begitu, setelah upacara ini selesai tidak akan ada lagi kesedihan dan air mata keluarga maupun kerabat mendiang.

Adapun tujuan upacara Ngaben ini ada tiga, yaitu:

Sesuai dengan kebijakan adat secara turun-temurun maupun kemampuan keluarga yang ditinggalkan mendiang, upacara Ngaben memiliki jenis yang berbeda. Dalam agama Hindu masih mengenal kasta, jadi secara umum jenis Ngaben ini dibagi berdasarkan kasta tersebut.

Berikut beberapa jenis upacara Ngaben yang ada di Bali.

Upacara Ngaben Sawa Wedana dilakukan secara langsung saat jenazah masih utuh dan baru meninggal, tepatnya 3 – 7 hari setelah ia meninggal. Karena tidak melalui proses penguburan terlebih dahulu, maka jenazah akan diawetkan terlebih dahulu dan diperlakukan seperti orang yang sedang tidur.

Berbeda dengan Sawa Wedana, upacara Ngaben Asti Wedana ini melibatkan jenazah yang sudah lama meninggal, bahkan sudah berupa tulang-belulang. Oleh sebab itu upacara ini bisa diikuti jenazah yang sudah pernah dikubur.

Banyak kejadian yang membuat jenazah tidak bisa ditemukan, seperti hanyut, terbakar, meninggal di luar negeri, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, keluarga mendiang dapat melaksanakan tradisi Swasta ini yang tidak akan melibatkan jenazah secara langsung.

Jenazah akan digantikan oleh kayu cendana yang kemudian dilukis dan diisi dengan aksara yang bersifat magis.

Beda usia, beda lagi tata cara pemakaman Hindu yang dilakukan. Jika jenazah yang meninggal adalah anak yang giginya masih belum tanggal, maka dapat dilakukan dengan upacara Ngelungah.

Ibu yang mengalami keguguran saat kehamilan, maka akan dilaksanakan upacara Warak Kruron untuk janin yang meninggal.

Beberapa tata cara pemakaman Hindu di atas mungkin agak berbeda di tempat Anda, karena seperti yang telah disinggung sebelumnya, agama Hindu akan melekat erat dengan kebudayaan setempat di mana Anda tinggal.

Kamboja memberikan akan ketenangan dalam asuransi pemakaman dan berada di sisi anda di kala kedukaan itu tiba sehingga segala jasa pengurusan pemakaman menjadi lebih bagus dan memberikan dukungan emosional bagi anda dan keluarga anda.

Disclaimer: Kamboja tidak dapat menjamin kebenaran atau keakuratan data, tips maupun informasi yang tercantum di dalam artikel diatas. Mohon hubungi pihak terkait atau pun instansi yang berwenang jika anda memerlukan bantuan medis maupun administratif.

Tata Cara Pemakaman Hindu Bali di Indonesia

Upacara Ngaben memang sifatnya wajib dalam agama Hindu Bali. Namun, rupanya upacara pembakaran jenazah ini memakan biaya ngaben yang cukup banyak, sehingga akan memberatkan jika keluarga yang ditinggalkan jenazah adalah orang yang tidak mampu.

Oleh sebab itu, di Bali ada upacara Ngaben Massal. Upacara ini dilakukan agar biaya yang dikeluarkan lebih sedikit karena dilakukan secara bersama-sama dengan keluarga jenazah yang lainnya.

Lalu, bagaimana jenazah menunggu upacara Ngaben Massal? Karena kita tahu pasti tidak semua orang meninggal secara bersamaan. Jawabannya adalah “dititipkan” terlebih dahulu, yakni dikubur terlebih dahulu sampai tiba saatnya mengikuti Ngaben Massal.

Dalam upacara Ngaben akan dilakukan beberapa rangkaian ritual, yaitu:

Kata ‘ngulapin’ yang diambil dari bahasa Jawa Kuno berasal dari kata ‘ulap’ yang artinya adalah silau. Upacara yang satu ini umumnya akan dilaksanakan jika jenazah yang meninggal adalah korban kecelakaan atau meninggal karena sebab yang tidak alamiah.

Upacara tersebut akan dilakukan di lokasi terjadinya kecelakaan tempat jenazah meninggal. Rangkaian upacara Ngaben yang satu ini memiliki makna sebagai pengembalian “Bayu” atau sesuatu yang sifatnya batin yang tertinggal pada saat kejadian tersebut berlangsung.

Singkatnya, pada saat seseorang mengalami kecelakaan dan rohnya terlepas ia akan tertinggal di tempat tersebut. Maka jika tidak dilaksanakan upacara Ngulapin ini, umat Hindu Bali percaya bahwa dikhawatirkan atma atau roh orang tersebut tidak bisa pulang atau bingung.

Seperti upacara pemakaman pada umumnya, jenazah yang sudah meninggal akan dimandikan terlebih dahulu untuk mengembalikan kesuciannya. Begitu juga dalam upacara Ngaben, sebelum jenazah dikembalikan ke Yang Kuasa maka akan terlebih dahulu dimandikan melalui ritual Nyiramin.

Ritual ini dilakukan di rumah keluarga jenazah yang telah meninggal.

Setiap daerah di Bali memiliki perbedaan pelaksanaan ritual Ngajum Kajang. Meskipun begitu prosesi ini memiliki makna yang sama, yaitu memantapkan atau mengikhlaskan hati pada kepergian mendiang yang dilakukan oleh para kerabatnya.

Setelah prosesi Ngajum Kajang dilaksanakan, selanjutnya akan dilakukan prosesi Ngaskara. Prosesi ini dilakukan oleh pendeta atau pemangku adat setempat maupun orang yang sudah diberi mandat.

Tujuan prosesi ini adalah untuk menyucikan roh agar dapat “menyatu” dengan Tuhannya. Selain itu, prosesi ini juga bermakna untuk “menuntun” anggota keluarga besar mendiang.

Prosesi Memeras dalam tata cara pemakaman Hindu ini sifatnya tidak harus, karena memang ada yang melaksanakannya ada juga yang tidak. Hal ini mungkin dikarenakan ritual ini hanya dilakukan jika mendiang telah memiliki cucu.

Umat Hindu Bali percaya bahwa jika seseorang sudah memiliki cucu itu artinya ia sudah berhasil melaksanakan kewajibannya sebagai manusia.

Dalam bahasa Jawa, kata ‘pegat’ artinya putus. Adapun upacara Pepegatan ini memiliki makna sebagai bentuk pemutusan ikatan antara mendiang dengan ikatan duniawinya semasa hidup.

Keenam rangkaian sebelumnya dilakukan di rumah keluarga mendiang. Jika rangkaian-rangkaian tersebut sudah selesai, selanjutnya akan dilaksanakan kegiatan Pakiriman Ngutang. Jenazah akan diarak menggunakan wadah bade / jenazah ke setra atau kuburan Bali.

Setelah jenazah diarak dan sampai di setra, selanjutnya akan disiapkan wadah pembakaran jenazah sebelum akhirnya dibakar di acara puncak. Dalam prosesi ini keluarga mendiang akan membawakan “bekal” pada jenazah yang dapat berupa uang, barang kesukaannya, serta barang yang diwasiatkan.

Nantinya semua barang tersebut akan dibakar bersama dengan jasad mendiang dalam upacara puncaknya.

Setelah upacara pembakaran dilaksanakan dan jenazah sudah menjadi abu, prosesi selanjutnya akan dilaksanakan upacara Nganyud. Abu kremasi atau Ngaben tersebut akan dimasukkan ke dalam Bungkak atau buah kelapa gading.

Kelapa gading yang berisi abu jenazah tersebut selanjutnya akan dihanyutkan ke sumber air yang sudah ditentukan, seperti di sungai atau laut.

Setelah prosesi pembakaran dan penghanyutan abu jenazah dilakukan, selanjutnya akan dilakukan prosesi Mekelud selama 12 hari. Prosesi ini memiliki tujuan sebagai penyucian anggota keluarga serta melepas energi negatif dari perasaan duka atas meninggalnya jenazah.

Dewa Tertinggi Orang Hindu Bali

semakin banyaknya film Itihasa dan purana dipertontonkan di indonesia, menyebabkan kebingungan beberapa umat hindu bali yang sedang "mencari jati diri" dan mencari pembenaran atas keyakinannya. kejadian ini menjadi semakin goyangnya keyakinan gama tirtha dibali, karena beberapa umat tersebut mulai mengesampingkan ajaran dari mpu kuturan, yang telah berjuang mempersatukan sekte/sampradaya yang dulunya banyak berkembang di Bali.

bila dipikir kembali, mungkinkah umat hindu bali kembali mundur pemahaman agama hindunya?

dari mendalami ajaran universal hindu melompat mundur mempelajari sekte-sekte yang diidolakan. bukankah sekte tersebut bagian dari hindu? inilah yang aneh bin ajaib yang terjadi dibali.

orang-orang beramai-ramai memuja dewa-dewanya, dan mengesampingkan local-genius yang sudah mengakar sebagai konsep hindu yang universal.

dengan memuja satu dewa tertinggi dan menggapnya sebagai tuhan, bukankah itu sudah menyalahi dasar keimanan hindu sendiri?

mohon diingat, bahwa pokok-pokok keimanan hindu adalah percaya dengan adanya Tuhan, Atma, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa.

sudah jelas yang tertinggi itu TUHAN bukan DEWA... entah apapun nama dewanya, entah disebut dewata... semua itu masih ciptaan Tuhan, semua itu

yang sama-sama memperjuangkan kebaikan menurut versinya masing-masing.

selama masih ada dalam lingkup hukum karma, tidaklah wajar kalau kita menyambah satu dewa tertinggi dan menganggapnya tuhan.

bila ada pernyataan yang mengatakan, beliau adalah sinar suci tuhan, yang memberikan pemahaman agama dan bla bla bla... mohon diingat, sinar suci beliau memang dewa, TETAPI bukan pada satu dewa saja... mungkin semeton hindu LUPA, kalau TUHAN menciptakan ATMA dan KARMA untuk kita... sinar suci TUHAN tersebut bukankah disesuaikan dengan fungsinya masing-masing (manifestasi), kalau begitu, mungkinkah ada sinar besar (utama) dan senar yang kecil?

mari pahami bersama.... Dewa itu diciptakan berdasarkan fungsi pokoknya...

kenapa? karena beliau itu sebenarnya hanya satu saja... orang bijak yang menyebutnya dengan banyak nama, lupakah semeton dengan hal itu..?

karena, DEWA merupakan sinar suci berdasarkan fungsi, hendaknya semeton sama menyembah/memujanya untuk memperoleh apa tujuan utama hidup anda semua.

kenapa harus demikian?

apakah salah jika, misalnya: saya suka krisna karena beliau menurunkan bhagawadgita.. atau saya pemuja siwa karena dibali aliran terbesar adalah siwasidhanta?

tujuan agama hindu adalah "moksatam jagathita ya ca iti dharma"

arti kasarnya adalah..

moksa merupakan tujuan agama tertinggi, tetapi saat ini carilah kebahagiaan hidup (jagathita), penuhilah kewajibanmu, bahagiakan orang-orang yang kamu cintai tetapi semua itu harus berdasarkan dharma.

lo, bagaimana caranya?

banyak cara, bisa dilihat dari sisi Catur Asrama yang diselaraskan dengan Catur Purusa Artha dan Catur warna yang diselaraskan dengan Catur Purusa Artha.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!